AZAB!!!

Semalam hujan turun lumayan lebat di Jakarta dan sekitarnya. Menjelang hari lebaran malah ada rumah, pasar ataupun jalan yang kebanjiran. Dan di kondisi seperti ini biasanya ada aja tuh yang for the sake of comments langsung dengan entengnya bilang: “Ini azab Tuhan!!”

E ya gusti.

Kalo kita ingat-ingat track record yang lalu-lalu, memang gampang aja kita temukan orang-orang yang “dengan bijak”-nya mengkaitkan segala peristiwa alam dengan kata azab. Gak usah jauh-jauh, kemungkinan orang yang dekat di sekitar kita pun dengan polosnya berpendapat demikian.

Mau lebih dekat lagi, di hape kita pun ada, tinggal googling aja:
Screenshot_2014-07-27-09-25-34_1[1]
Screenshot_2014-07-27-09-24-00_1[1]

Tuh.. ya kan?
Mau dari temen kantor, temen main, tetangga atau malah kadang-kadang ustadz ataupun petinggi agama seperti ulama yang enteng aja mengkaitkan bencana alam dengan azab Tuhan. Ughhh.. Let alone twitterians.

Tapi salah gak sih pendapat itu?
Considering dilihat dari track record-nya, Tuhan memang jelas-jelas menurunkan bencana alam sebagai bagian dari proses “cleansing”. Let’s say air bah jaman Nabi Nuh ataupun kisah Sodom & Gomorah.

Oh mengingat cerita-cerita itupun kita jadi agak kalut bukan ya?
“Jangan-jangan.. memang bener bencana alam itu bagian dari peringatan”
“Jangan-jangan.. memang Tuhan lagi sentil kita”
“Jangan-jangan..”
“Jangan-jangan..”

Sah gak dilema itu?
Saaaahhhh.

Untuk orang yang beragama, kemungkinan besar memang hal ini akan dilematis. Mau dibilang banjir Jakarta misalnya.. karena kesalahan manusia, ya gak salah. Mau bilang kita sedang diperingatin Tuhan.. juga kepikiran pastinya. Dan itu sah-sah aja..

Sebenernya yang kurang sah (dan tsaaah) itu adalah how we deliver our opinion about that particular circumstances.

Kadang kita dengan entengnya mengeluarkan pernyataan:
“Oh, hape lo kecopetan ya.. mungkin lu kurang amal”,
“Waaah, lu sakit typhus? Makanya jangan kerja mulu. Ibadah juga jangan ditinggalin”
atau
“Ya gimana enggak Jakarta kebanjiran, maksiat semua sih orangnya”.
And so on and so on..

Well that my friend, kind of judgmental and arrogant.
And maybe I was part of that. Saya menyesal.
Kita suka lupa di saat kita kesusahan, most likely kita butuh perhatian instead of celaan.. kita butuh doa instead of vonis azab.. kita butuh teman instead of preachers..

Hal yang sama berlaku dengan bencana yang sifatnya lebih massive saya rasa.

Mungkin gak salah kalau satu periode kita kurang amal, kurang ibadah, banyak melakukan salah.. Mungkin juga memang Tuhan sedang kasih peringatan.. But it would be so nice if people would leave that alone between us and God himself.

Saya jadi mau cerita satu hal.
Di saat Jakarta kebanjiran besar beberapa saat lalu..
Euphoria azab bertebaran di mana-mana.

Ada satu ustadz yang dengan bijaknya tidak mengeluarkan statement kalau banjir besar ini adalah azab dari Tuhan.. Usut punya usut, rumahnya kebanjiran juga.

Duh. Kirain.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s